M. AZARIAH
DAN TEOLOGI DALIT
Dionisius Rangga
I. Introduksi
:
Teologi
Dalit adalah cabang teologi Kristen yang membicarakan tema pembebasan terhadap
sistem kasta di India. Teologi Dalit muncul sekitar tahun 1980 sebagai bentuk
keprihatinan terhadap kemiskinan dan peminggiran yang dialami oleh kasta rendah
di India. Salah satu tokoh penting yang menjadi pionir tologi Dalit adalah M.
Azariah, seorang uskup di kota Madras.
II.
M. AZARIAH DAN TEOLOGI DALIT DI
INDIA
2.1 Etimologi Dalit
Dalam
bahasa Sansekarta Dalit berarti “Patah, diinjak-injak tertindas”. Entah ada
hubungan atau tidak, kata Dalit mirip
dengan kata Ibrani Dal yang juga berarti
Patah atau Diinjak-injak. Dengan demikian, secara etimologi kaum Dalit adalah
orang-orang yang patah atau tertindas. Orang-orang ini hidup dalam tekanan
ekonomi dan social. Kaum Dalit biasanya bisanya bekerja sebagai sewaan oleh
para tuan tanah. Mereka juga adalah orang-orang yang terlempar dari kasta.
Secara ekonomi Kaum Dalit termasuk miskin, pekerjaan mereka menjadi budak dan
memiliki penghasilan yang sangat rendah. Sedangkan secara politis, mereka tidak
memiliki kuasa. Mereka juga merupakan kaum
minoritas yang tidak dapat bersosialisasi, bahkan penggunaan fasilitas-fasilitas
umum, misalnya sumur dan kuil dilarang digunakan. Dari sisi keagamaan, kaum
Dalit dikenal/dipandang sebagai kaum yang tercemar dalam ritus keagamaan.
2.2
Latar Belakang Teologi Dalit
Sistem
kasta adalah suatu cara mengorganisasi masyarakat. Sebuah kasta bersifat
turun-temurun. Kasta ini sekaligus mencerminkan pekerjaan seseorang. Di India
terdapat empat kasta yaitu: Brahman (Imam/cendekiawan),
Ksatria (prajurit/pejuang)Waisya (pedagang), dan Sudra (Pekerja/petani). Kaum Dalit
adalah kelompok tersendiri yang tidak termasuk dalam keempat kasta ini. Mereka
adalah orang-orang yang terbuang dalam kelompok masyarakat India. Sebagian besar
dari mereka berprofesi sebagai buruh dan pengemis.
Kemiskinan
mrp salah satu pemicu lahirnya teologi Dalit di India. Kemiskinan di India
terlihat pada penduduknya, di mana sebagian sangat kaya dan banyak sekali yang
miskin. Situasi yang terjadi pada tahun 1944 yaitu India sedang mengalami
kelaparan di mana-mana, terdapat perbedaan tajam antara kelompok sosial, di
mana sekelompok kecil kaya sementara banyak yang miskin. Selain itu ditambah
lagi karena adanya kemasabodohan di antara kelompok sosial, khususnya oleh
mereka yang kaya terhadap mereka yang miskin. Berdasarkan sensus kepada
masyarakat India tahun 1961dari 439 juta jiwa penduduk India, terdapat 64 juta
jiwa yang termasuk dalam kelompok Dalit. Kemudian tahun 1971
tercatat 80 juta kaum Dalit dari total 548 juta penduduk India. Pada tahun
1981, hasil sensus di Tamil Nadu kaum Dalit mencapai lebih dari 18 %. Bahkan
pada tahun 1991 sekitar 138 juta orang adalah kaum Dalit dari 846 juta total
penduduk India.
2.3
Pemikiran Teologis Teologi Dalit
Pemikiran
teologis Dalit terinspirasi oleh ideologi yang menyerukan pembebasan terhadap
segala bentuk penindasan yang terdapat di seluruh dunia. Semangat pembebasan
ini disesuaikan pada konteks India dengan ajakan untuk mencoba mengakui dan
membangun kembali kehidupan komunitas yang
difokuskan pada kaum Dalit. Hal ini dikarenakan kaum Dalit dianggap
sebagai orang-orang yang tak tersentuh dan orang yang tak terlihat. Masuknya
kekristenan di India menyebabkan munculnya teologi Dalit.
Teologi
Dalit juga merupakan refleksi yang timbul dari masyarakat di India karena
adanya sistem kasta yang berlaku bagi siapa saja yang tinggal di India. Teologi
Dalit menegaskan adanya hubungan dengan ‘pain
– pathos ' sebagai ranah berteologi
yang mewakili kebudayaan dan keagamaan kaum Dalit. Selain itu, teologi Dalit
juga dihubungkan dengan Yesus. Penderitaan komunitas kaum Dalit mempunyai
persamaan dengan penderitaan yang dialami Yesus.
Beberapa
orang mengatakan bahwa berteologi Dalit hanya dapat dilakukan oleh para Dalit
itu sendiri yang telah mengalami penindasan. Namun, kita harus menyadari bahwa
Allah berpihak kepada semua orang, baik kepada kaum Dalit atau bukan Dalit.
“Kuasa dan kekuatan yang besar”dan “menggemparkan”menunjuk kepada keperluan
kaum Dalit untuk berusaha memperjuangkan hak-hak mereka. Tujuannya adalah
martabat manusia sebagai umat Allah yang setara (humanisme). Teologi Dalit juga
bersifat doksologis. Bagi kaum Dalit yang menjadi Kristen dari agama Hindu
merupakan pengalaman eksodus (keluaran)yang membebaskan. Pengalaman ini
mengandung pengharapan eksodus dari para kaum Dalit untuk mendapatkan
pembebasan sepenuhnya. Akan tetapi perlu diingat bahwa kaum Dalit tidak akan
dibebaskan jika sistem kasta sebagai penataan masyarakat tidak turut dirubah.
2.
4 Yesus dan Kaum Dalit di India
Karya
Allah pada kebangkitan Yesus merupakan realitas eskatologis. Kebangkitan
menunjukkan bahwa Yesus berada dalam
ruang dan waktu, bukan terpisah melainkan merupakan sebuah totalitas. Hal
tersebut tidak hanya sebuah sejarah, melainkan sebagai bentuk keterlibatan
secara penuh dan mendalam antara zaman
Yesus dengan masa manusia sekarang, karena tidak mungkin tercapai realitas
eskatologis tanpa manusia ikut berproses di dalam sejarah. Pendekatan seperti
ini dapat dianalogikan terhadap Yesus
dan kaum Dalit dengan melihat keterlibatan teologi dalam kehidupan nyata,
partisipasinya dalam keprihatinan, serta impiannya untuk memperjuangkan
kelompoknya.
Yesus
dalam kehidupanNya juga memberikan perhatian kepada orang miskin dan tersiksa,
para pendosa, orang asing, orang Samaria dll, yang dianggap sama dengan kaum
Dalit. Yesus tidak menarik diri atau menolak
mereka, melainkan ikut serta dan menghabiskan banyak waktu pelayanan
kepada mereka. Dalam Injil, Yesus menyebut kalangan ini dengan beberapa sebutan
seperti: “Domba tanpa Gembala”(Mrk. 6:34) dan mengakui mereka sebagai “Saudara-saudaraKu”(Mrk.
3:34). Kemudian Yesus memperjelas ungkapan Saudara-saudaraKu dengan
menggambarkan mereka sebagai orang yang kelaparan, kehausan, mereka yang
tidak berpakaian, orang yang tidak
dikenal, orang yang sedang sakit (Mat.25:31-46). Menurut Yesus, kelompok
seperti kaum Dalit merupakan target pelayanan di dunia dan termasuk obyek dari
kematian Yesus di kayu salib. Yesus sebagai seorang Dalit menjadi pintu masuk
menemukan formulasi teologi Dalit. Dalam beberapa konteks Yesus dilihat sebagai
Pembebas. Teologi Pembebasan dalam komunitas Dalit menjadi sebuah harapan
karena Allah yang ikut menderita. Sehingga rumusan teologi Dalit sama dengan
teologi Pembebasan dan teologi Harapan.
III.
Catatan Kritis terhadap Pemikiran Teologi
Dalit Berdasarkan Lima Kriteria yang Dicetuskan Robert Schreiter:
1.
Sebuah rumusan Teologi harus memiliki konsistensi Internal:
Teologi
Dalit lahir di India sebagai reaksi atas realitas ketidakadilan yang menimpa
sebagian masyarakat India, yang menjelma dalam berbagai bentuk: kemiskinan,
penindasan, keterasingan. Sistem kasta di India dinilai dan dituduh sebagai
salah satu penyebab keberadaan dan ketermarginalan kaum Dalit. Teologi Dalit
dicetuskan untuk memperjuangkan HAM dan martabat kaum Dalit yang tidak mendapat
tempat yang layak dalam kelas sosial masyarakat India. Situasi ketermarginalan
kaum Dalit tentu bersebrangan dengan prinsip kemanusiaan yang benar dan
terutama dan pandangan Kristen bertentangan dengan nilai-nilain Kerejaan Allah
yang diwartakan Yesus dan ingin dicapai manusia. M. Azariah mencetuskan rumusan
teologi Dalit-nya dengan bertolak dari figur Yesus sendiri. Yesus dengan M.
Azariah memang hidup di dua zaman yang
berbeda, namun keduanya justru “berpapasan” pada sebuah konteks yang hampir sama
yaitu situasi ketidakadilan, kemiskinan,
penindasan dan keterasingan yang menimpa
orang-orang kecil dan miskin. Karena itu, bisa dilihat bahwa teologi
Dalit mengusung misi Kerajaan Allah bagi masyarakat kecil dan miskin di India
sebagai sebagaimana yang pernah diperjuangkan oleh Yesus dahulu. Situasi
Kerajaan Allah hanya mungkin dialami kalau kaum Dalit di India sungguh-sungguh
bebas dari realitas penindasan dan kemiskinan.
2.
Sebuah ungkapan yang benar
tentang Teologi Kontekstual mesti bisa diterjemahkan ke dalam ulah kebaktian.
Prinsip dasarnya adalah Lex Orandi, Lex
Credendi (Cara kita berdoa mengacu pada cara kita beriman, dan sebaliknya)
Apakah
teologi Dalit sungguh relevan dengan situasi social religius masyarakat India
yang juga dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu?. Sejauh yang saya pelajari dan
ketahui bahwa tradisi Hindu menekankan kebahagiaan adalah hidup dalam kekinian
yang bisa dicapai melalui meditasi/yoga yang mereka lakukan. Jadi bisa dilihat
bahwa situasi social ekonomis tidak selalu menjadi jaminan bagi kebahagiaan
manusia. Jika teologi Dalit ini hanya diarahkan kepada kaum Dalit Kristen maka
teologi Dalit saya nilai tepat sasar. Akan tetapi, jika kepada seluruh
masyarakat India (termasuk orang Hindu di dalamnya) maka, teologi Dalit akan
mengalami hambatan dengan kaum Dalit
Hindu yang memiliki sudut pandang yang berbeda tentang kemiskinan, kebahagiaan,
kebebasan.
3.
Kriteria Ortopraksis: “Dari
buahnyalah kamu akan mengenal Mereka”(Mat.
7:16)
Orientasi
dasar teologi Dalit adalah kaum Dalit dan situasi yang mereka hadapi dengan sistem kasta yang berlaku di
India. Kelihatannya bahwa teologi Dalit sangat netral dalam tujuaannya, dalam
arti dicetuskan oleh orang Katolik tetapi dengan tujuan untuk orang-orang
miskin di seluruh India(bukan hanya orang Katolik yang miskin). Dan juga
teologi ini berusaha untuk melawan system kasta bukan hanya kepada salah satu
kasta tertentu.
4.
Sebuah Teologi harus terbuka
terhadap pendapat-pendapat lain:
Teologi
Dalit sudah cukup terbuka terhadap pendapat-pendapat lain yang menyangsikannya
misalnya ada pendapat bahwa teologi Dalit hanya bisa dilakukan oleh kaum Dalit
itu sendiri yang mengalami penindasan. Namun, kritikan atau pendapat seperti
itu tidak membatalkan atau menyurutkan semangat juang teologi Dalit. Teologi
Dalit memiliki argumennya sendiri berhadapan dengan perbedaan pendapat seperti
ini. Menurut teologi Dalit kita harus menyadari bahwa Allah berpihak kepada
semua orang, baik kepada kaum Dalit atau bukan Dalit. “Kuasa dan kekuatan yang
besar”dan “menggemparkan”menunjuk kepada keperluan kaum Dalit untuk berusaha
memperjuangkan hak-hak mereka. Tujuannya adalah martabat manusia sebagai umat
Allah yang setara (humanisme).
5.
Sebuah Teologi harus memiliki
kekuatan untuk menantang teologi-teologi lain.
Saya
menilai teologi Dalit mengusung misi yang sungguh mulia yakni memperjuangkan
nilai-nilai Kerajaan Allah bagi kaum Dalit di India yakni kebebasan,
kebahagiaan, mendapatkan pengakuan atas keberadaan mereka dan mendapatkan
perlakuan yang layak sebagai manusia yang bermartabat. Namun, nilai-nilai Kerajaan
Allah itu masih terkukung dan dibelenggu kuat oleh sistem kasta yang sangat
kental. Untuk menyingkapkan nilai-nilai itu maka hal pertama yang harus
dibongkar adalah “si tukan belenggu” itu sendiri yaitu sistem kasta yang sudah
mendarah daging dalam diri orang-orang India. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa teologi Dalit sebenarnya berhadapan
dengan sebuah benteng yang sungguh kuat dan kokoh yang akan menghadang usahanya
untuk mewujudkan misinya secara penuh. Apakah teologi Dalit mungkin??
Sumber-sumber:
Internet
Michael Alamadoss . Teologi Pembebasan Asia. p. 40-42,
47-50, 50-53
A.Yewangoe. Theologia Cruicis Di Asia. p. 38-39, 69-76, 84-90.
Douglas J. Elwood. Teologi Kristen Asia. p. 106-107, 112
Tidak ada komentar:
Posting Komentar