Sabtu, 19 April 2014

M. AZARIAH DAN TEOLOGI DALIT


M. AZARIAH 
DAN TEOLOGI DALIT
Dionisius Rangga


I.       Introduksi :
Teologi Dalit adalah cabang teologi Kristen yang membicarakan tema pembebasan terhadap sistem kasta di India. Teologi Dalit muncul sekitar tahun 1980 sebagai bentuk keprihatinan terhadap kemiskinan dan peminggiran yang dialami oleh kasta rendah di India. Salah satu tokoh penting yang menjadi pionir tologi Dalit adalah M. Azariah, seorang uskup di kota Madras.

II.    M. AZARIAH DAN TEOLOGI DALIT DI INDIA

2.1 Etimologi Dalit
Dalam bahasa Sansekarta Dalit berarti “Patah, diinjak-injak tertindas”. Entah ada hubungan atau tidak, kata Dalit  mirip dengan kata  Ibrani Dal yang juga berarti Patah atau Diinjak-injak. Dengan demikian, secara etimologi kaum Dalit adalah orang-orang yang patah atau tertindas. Orang-orang ini hidup dalam tekanan ekonomi dan social. Kaum Dalit biasanya bisanya bekerja sebagai sewaan oleh para tuan tanah. Mereka juga adalah orang-orang yang terlempar dari kasta. Secara ekonomi Kaum Dalit termasuk miskin, pekerjaan mereka menjadi budak dan memiliki penghasilan yang sangat rendah. Sedangkan secara politis, mereka tidak memiliki kuasa. Mereka juga merupakan kaum  minoritas yang tidak dapat bersosialisasi, bahkan penggunaan fasilitas-fasilitas umum, misalnya sumur dan kuil dilarang digunakan. Dari sisi keagamaan, kaum Dalit dikenal/dipandang sebagai kaum yang tercemar dalam ritus keagamaan.

2.2 Latar Belakang Teologi Dalit
Sistem kasta adalah suatu cara mengorganisasi masyarakat. Sebuah kasta bersifat turun-temurun. Kasta ini sekaligus mencerminkan pekerjaan seseorang. Di India terdapat empat kasta yaitu: Brahman (Imam/cendekiawan), Ksatria (prajurit/pejuang)Waisya (pedagang), dan Sudra (Pekerja/petani). Kaum Dalit adalah kelompok tersendiri yang tidak termasuk dalam keempat kasta ini. Mereka adalah orang-orang yang terbuang dalam kelompok masyarakat India. Sebagian besar dari mereka berprofesi sebagai buruh dan pengemis.
Kemiskinan mrp salah satu pemicu lahirnya teologi Dalit di India. Kemiskinan di India terlihat pada penduduknya, di mana sebagian sangat kaya dan banyak sekali yang miskin. Situasi yang terjadi pada tahun 1944 yaitu India sedang mengalami kelaparan di mana-mana, terdapat perbedaan tajam antara kelompok sosial, di mana sekelompok kecil kaya sementara banyak yang miskin. Selain itu ditambah lagi karena adanya kemasabodohan di antara kelompok sosial, khususnya oleh mereka yang kaya terhadap mereka yang miskin. Berdasarkan sensus kepada masyarakat India tahun 1961dari 439 juta jiwa penduduk India, terdapat 64 juta jiwa yang  termasuk  dalam kelompok Dalit. Kemudian tahun 1971 tercatat 80 juta kaum Dalit dari total 548 juta penduduk India. Pada tahun 1981, hasil sensus di Tamil Nadu kaum Dalit mencapai lebih dari 18 %. Bahkan pada tahun 1991 sekitar 138 juta orang adalah kaum Dalit dari 846 juta total penduduk India.

2.3 Pemikiran Teologis Teologi Dalit
Pemikiran teologis Dalit terinspirasi oleh ideologi yang menyerukan pembebasan terhadap segala bentuk penindasan yang terdapat di seluruh dunia. Semangat pembebasan ini disesuaikan pada konteks India dengan ajakan untuk mencoba mengakui dan membangun kembali kehidupan komunitas yang  difokuskan pada kaum Dalit. Hal ini dikarenakan kaum Dalit dianggap sebagai orang-orang yang tak tersentuh dan orang yang tak terlihat. Masuknya kekristenan di India menyebabkan munculnya teologi Dalit.
Teologi Dalit juga merupakan refleksi yang timbul dari masyarakat di India karena adanya sistem kasta yang berlaku bagi siapa saja yang tinggal di India. Teologi Dalit menegaskan adanya hubungan dengan ‘pain – pathos  ' sebagai ranah berteologi yang mewakili kebudayaan dan keagamaan kaum Dalit. Selain itu, teologi Dalit juga dihubungkan dengan Yesus. Penderitaan komunitas kaum Dalit mempunyai persamaan dengan penderitaan yang dialami Yesus.
Beberapa orang mengatakan bahwa berteologi Dalit hanya dapat dilakukan oleh para Dalit itu sendiri yang telah mengalami penindasan. Namun, kita harus menyadari bahwa Allah berpihak kepada semua orang, baik kepada kaum Dalit atau bukan Dalit. “Kuasa dan kekuatan yang besar”dan “menggemparkan”menunjuk kepada keperluan kaum Dalit untuk berusaha memperjuangkan hak-hak mereka. Tujuannya adalah martabat manusia sebagai umat Allah yang setara (humanisme). Teologi Dalit juga bersifat doksologis. Bagi kaum Dalit yang menjadi Kristen dari agama Hindu merupakan pengalaman eksodus (keluaran)yang membebaskan. Pengalaman ini mengandung pengharapan eksodus dari para kaum Dalit untuk mendapatkan pembebasan sepenuhnya. Akan tetapi perlu diingat bahwa kaum Dalit tidak akan dibebaskan jika sistem kasta sebagai penataan masyarakat tidak turut dirubah.

2. 4 Yesus dan Kaum Dalit di India
Karya Allah pada kebangkitan Yesus merupakan realitas eskatologis. Kebangkitan menunjukkan  bahwa Yesus berada dalam ruang dan waktu, bukan terpisah melainkan merupakan sebuah totalitas. Hal tersebut tidak hanya sebuah sejarah, melainkan sebagai bentuk keterlibatan secara penuh dan mendalam  antara zaman Yesus dengan masa manusia sekarang, karena tidak mungkin tercapai realitas eskatologis tanpa manusia ikut berproses di dalam sejarah. Pendekatan seperti ini dapat  dianalogikan terhadap Yesus dan kaum Dalit dengan melihat keterlibatan teologi dalam kehidupan nyata, partisipasinya dalam keprihatinan, serta impiannya untuk memperjuangkan kelompoknya.
Yesus dalam kehidupanNya juga memberikan perhatian kepada orang miskin dan tersiksa, para pendosa, orang asing, orang Samaria dll, yang dianggap sama dengan kaum Dalit. Yesus tidak menarik diri atau menolak  mereka, melainkan ikut serta dan menghabiskan banyak waktu pelayanan kepada mereka. Dalam Injil, Yesus menyebut kalangan ini dengan beberapa sebutan seperti: “Domba tanpa Gembala”(Mrk. 6:34) dan mengakui mereka sebagai “Saudara-saudaraKu”(Mrk. 3:34). Kemudian Yesus memperjelas ungkapan Saudara-saudaraKu dengan menggambarkan mereka sebagai orang yang kelaparan, kehausan, mereka yang tidak  berpakaian, orang yang tidak dikenal, orang yang sedang sakit (Mat.25:31-46). Menurut Yesus, kelompok seperti kaum Dalit merupakan target pelayanan di dunia dan termasuk obyek dari kematian Yesus di kayu salib. Yesus sebagai seorang Dalit menjadi pintu masuk menemukan formulasi teologi Dalit. Dalam beberapa konteks Yesus dilihat sebagai Pembebas. Teologi Pembebasan dalam komunitas Dalit menjadi sebuah harapan karena Allah yang ikut menderita. Sehingga rumusan teologi Dalit sama dengan teologi Pembebasan dan teologi Harapan.

III.        Catatan Kritis terhadap Pemikiran Teologi Dalit Berdasarkan Lima Kriteria yang Dicetuskan Robert Schreiter:

1.       Sebuah rumusan Teologi  harus memiliki konsistensi Internal:
Teologi Dalit lahir di India sebagai reaksi atas realitas ketidakadilan yang menimpa sebagian masyarakat India, yang menjelma dalam berbagai bentuk: kemiskinan, penindasan, keterasingan. Sistem kasta di India dinilai dan dituduh sebagai salah satu penyebab keberadaan dan ketermarginalan kaum Dalit. Teologi Dalit dicetuskan untuk memperjuangkan HAM dan martabat kaum Dalit yang tidak mendapat tempat yang layak dalam kelas sosial masyarakat India. Situasi ketermarginalan kaum Dalit tentu bersebrangan dengan prinsip kemanusiaan yang benar dan terutama dan pandangan Kristen bertentangan dengan nilai-nilain Kerejaan Allah yang diwartakan Yesus dan ingin dicapai manusia. M. Azariah mencetuskan rumusan teologi Dalit-nya dengan bertolak dari figur Yesus sendiri. Yesus dengan M. Azariah  memang hidup di dua zaman yang berbeda, namun keduanya justru “berpapasan” pada sebuah konteks yang hampir sama yaitu situasi  ketidakadilan, kemiskinan, penindasan dan keterasingan yang menimpa  orang-orang kecil dan miskin. Karena itu, bisa dilihat bahwa teologi Dalit mengusung misi Kerajaan Allah bagi masyarakat kecil dan miskin di India sebagai sebagaimana yang pernah diperjuangkan oleh Yesus dahulu. Situasi Kerajaan Allah hanya mungkin dialami kalau kaum Dalit di India sungguh-sungguh bebas dari realitas penindasan dan kemiskinan. 

2.      Sebuah ungkapan yang benar tentang Teologi Kontekstual mesti bisa diterjemahkan ke dalam ulah kebaktian. Prinsip dasarnya adalah Lex Orandi, Lex Credendi (Cara kita berdoa mengacu pada cara kita beriman, dan sebaliknya)
Apakah teologi Dalit sungguh relevan dengan situasi social religius masyarakat India yang juga dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu?. Sejauh yang saya pelajari dan ketahui bahwa tradisi Hindu menekankan kebahagiaan adalah hidup dalam kekinian yang bisa dicapai melalui meditasi/yoga yang mereka lakukan. Jadi bisa dilihat bahwa situasi social ekonomis tidak selalu menjadi jaminan bagi kebahagiaan manusia. Jika teologi Dalit ini hanya diarahkan kepada kaum Dalit Kristen maka teologi Dalit saya nilai tepat sasar. Akan tetapi, jika kepada seluruh masyarakat India (termasuk orang Hindu di dalamnya) maka, teologi Dalit akan mengalami hambatan dengan  kaum Dalit Hindu yang memiliki sudut pandang yang berbeda tentang kemiskinan, kebahagiaan, kebebasan.

3.      Kriteria Ortopraksis: “Dari buahnyalah kamu akan  mengenal Mereka”(Mat. 7:16)
Orientasi dasar teologi Dalit adalah kaum Dalit dan situasi yang mereka  hadapi dengan sistem kasta yang berlaku di India. Kelihatannya bahwa teologi Dalit sangat netral dalam tujuaannya, dalam arti dicetuskan oleh orang Katolik tetapi dengan tujuan untuk orang-orang miskin di seluruh India(bukan hanya orang Katolik yang miskin). Dan juga teologi ini berusaha untuk melawan system kasta bukan hanya kepada salah satu kasta tertentu.

4.      Sebuah Teologi harus terbuka terhadap pendapat-pendapat lain:
Teologi Dalit sudah cukup terbuka terhadap pendapat-pendapat lain yang menyangsikannya misalnya ada pendapat bahwa teologi Dalit hanya bisa dilakukan oleh kaum Dalit itu sendiri yang mengalami penindasan. Namun, kritikan atau pendapat seperti itu tidak membatalkan atau menyurutkan semangat juang teologi Dalit. Teologi Dalit memiliki argumennya sendiri berhadapan dengan perbedaan pendapat seperti ini. Menurut teologi Dalit kita harus menyadari bahwa Allah berpihak kepada semua orang, baik kepada kaum Dalit atau bukan Dalit. “Kuasa dan kekuatan yang besar”dan “menggemparkan”menunjuk kepada keperluan kaum Dalit untuk berusaha memperjuangkan hak-hak mereka. Tujuannya adalah martabat manusia sebagai umat Allah yang setara (humanisme).

5.      Sebuah Teologi harus memiliki kekuatan untuk menantang teologi-teologi lain.
Saya menilai teologi Dalit mengusung misi yang sungguh mulia yakni memperjuangkan nilai-nilai Kerajaan Allah bagi kaum Dalit di India yakni kebebasan, kebahagiaan, mendapatkan pengakuan atas keberadaan mereka dan mendapatkan perlakuan yang layak sebagai manusia yang bermartabat. Namun, nilai-nilai Kerajaan Allah itu masih terkukung dan dibelenggu kuat oleh sistem kasta yang sangat kental. Untuk menyingkapkan nilai-nilai itu maka hal pertama yang harus dibongkar adalah “si tukan belenggu” itu sendiri yaitu sistem kasta yang sudah mendarah daging dalam diri orang-orang India. Dengan demikian, dapat  dilihat bahwa teologi Dalit sebenarnya berhadapan dengan sebuah benteng yang sungguh kuat dan kokoh yang akan menghadang usahanya untuk mewujudkan misinya secara penuh. Apakah teologi Dalit mungkin??


Sumber-sumber:
Internet
Michael Alamadoss . Teologi Pembebasan Asia. p. 40-42, 47-50, 50-53
A.Yewangoe. Theologia Cruicis Di Asia. p. 38-39, 69-76, 84-90. 
Douglas J. Elwood. Teologi Kristen Asia. p. 106-107, 112

Tidak ada komentar:

Posting Komentar