MENILAI ABORSI DARI PERSPEKTIF
FONTES MORALITATES ACTUS HUMANUS
DAN PRINSIP-PRINSIP BIOETIKA
Dionisius Rangga
I.
PENDAHULUAN
Perkembangan
dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa perubahan besar dalam
berbagai bidang kehidupan manusia dewasa ini. Sejalan dengan itu, sadar ataupun
tidak perkembangan dan kemajuan tersebut juga berdampak pada merosotnya
nilai-nilai moral dan kemanusiaan. Permasalahan moral di sini hanyalah salah
satu aspek dari dampak negatif perkembangan itu sendiri yang ingin penulis
angkat dalam tulisan ini. Dan dalam tema ini, penulis ingin menyoroti secara
khusus praktek aborsi yang semakin marak terjadi dewasa ini. Untuk itu, sebagai
bentuk keprihatinan dan perhatian penulis terhadap
masalah ini penulis memilih judul untuk tulisan ini “MENILAI ABORSI DARI
PERSPEKTIF FONTES MORALITATES ACTUS HUMANUS DAN PRINSIP-PRINSIP BIOETIKA”. Melalui
contoh kasus yang diangkat penulis ingin
menyumbangkan pikiran dan ide-ide alternatif untuk memahami dan menganalisis
aborsi sebagai sebuah masalah dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang harus
segera diatasi dan dimusnahkan dari masyarakat kita.
II.
KASUS[1]
Ratih adalah seorang siswi SLTA di
sebuah kota. Ia
sering menumpang Angdes (Angkutan Desa) yang dikemudikan oleh Robert ketika
kembali ke kampungnya. Dari kebiasaan itulah, keduanya mulai berpacaran bahkan
melakukan hubungan intim sampai Ratih hamil. Karena hamil Ratih tidak lagi
melanjutkan sekolahnya. Ratih tidak dapat meminta pertanggungjawaban Robert,
karena lelaki yang merenggut mahkota kegadisannya itu sudah beristeri dan
mempunyai 5 orang anak.
Untuk menghilangkan aib itu Ratih
meminta salah seorang rekannya mancarikan dukun yang dapat dan bersedia
menggugurkan kandungannya. Dari rekannya itu, Ratih mengetahui kalau ada
seorang dukun wanita bernama Sarina (64) warga desa tetangganya. Ketika
mendengar rencana Ratih, Robert merasa bimbang karena ia sadar bahwa aborsi
merupakan tindakan kriminal. Ia selalu merasa terganggu dengan rencana tersebut
selama beberapa hari. Namun akhirnya ia menyetujui rencana tersebut. Keduanya (Ratih dan Robert) pergi ke rumah
dukun Sarina. Dukun Sarina bersedia membantu dan berhasil.
Pembicaraan dan tindakan mereka
bersama dukun Sarina ternyata diketahui oleh Toni seorang cucu Sarina yang
tinggal serumah dengan sang nenek yang
sudah sering melakukan hal tersebut. Sudah lama ia coba memendamkan tindakan neneknya. Namun ia terus merasa
terusik dengan sikap diamnya. Ia memberanikan dirinya untuk menceritakan
hal itu kepada keluarga Ratih. Ketika keluarga Ratih mengetahui bahwa Ratih
menggugurkan kandungannya, mereka langsung melaporkannya ke polisi. Pihak yang
berwajib segera menangkap Ratih, Robert dan dukun Sarina untuk diproses.
Di depan polisi Ratih dan Robert
mengakui hubungan intim mereka tetapi mereka menyangkal melakukan tindakan
aborsi. Mereka mengatakan bahwa Ratih mengalami keguguran spontan dan
pendarahan. Robert membawa Ratih ke dukun Sarina hanya untuk diobati karena
mereka takut bahwa hubungan mereka diketahui dan demi nama baik serta masa
depan Ratih. Namun setelah didesak terus dan dikonfrontasikan secara langsung
dengan kesaksian Toni (cucu Sarina) yang mengetahui baik tindakan pengguguran
neneknya yang sudah menelan banyak korban, termasuk Ratih, mereka akhirnya
mengakui perbuatannya itu.
Ratih, Robert dan Sarina mengakui dan menyesali kesalahan mereka. Namun
proses hukum tetap berjalan. Pengadilan akhirnya memutuskan hukuman penjara
bagi ketiga oknum sesuai dengan bobot kesalahan
mereka.
III. ANALISA DAN PENILAIAN MORAL ATAS KASUS DARI PERSPEKTIF FONTES MORALITATES ACTUS HUMANUS DAN
PRINSIP-PRINSIP BIOETIKA MORAL.
3.1 Fontes Moralitates Actus Humanus/Sumber-Sumber
Kesusilaan Perbuatan Manusia.
Bila
ditinjau dari sudut moral, perbuatan konkret merupakan hasil pertumbuhan banyak
unsur atau faktor. Suatu konfigurasi konkret. Konkret dalam bahasa Latin, concrescere yang berarti tumbuh bersama,
menjadi padat. Agar suatu perbuatan disebut baik, semua unsurnya harus baik.
Bila satu unsurnya buruk, maka perbuatan itupun buruk. Unsur itu disebut
sumber-sumber kesusilaan. Menurut moralitas tradisional, ada 3 (tiga) sumber
kesusilaan antara lain: pertama,
Obyek (finis operis), kedua, keadaan (circumstance), ketiga,
tujuan (finis operantis). Sedangkan actus humanus adalah perbuatan
yang dilakukan manusia selaku pribadi manusia. Itu berarti dilakukan dengan
tahu dan mau secara bebas sehingga perbuatan itu sungguh ada dalam kuasa, kontrol
dan pertimbangan pelakunya, dan karena itu dia bertanggung jawab atas
konsekwensi atau akibat dari perbuatannya.[2]
Tindakan
aborsi dalam contoh kasus yang diangkat dalam karya tulis ini tidak terlepas
dari atau mempunyai juga unsur-unsur fontes moralitates actus humanus ini.
Berangkat dari defenisi dan pengertian di atas,
maka dapat dilihat bahwa tindakan aborsi yang dilakukan oleh Ratih, Robert dan
dukun Sarina pada dasarnya buruk. Mengapa buruk? Alasan pertama dan utamanya
adalah bahwa aborsi merupakan sebuah tindakan pembunuhan dan pemangkasan atas
hak hidup orang lain. Larangan untuk membunuh adalah hukum moral universal.
Sehingga aborsi adalah pelanggaran atas norma moral tersebut. Selain itu, bila
dilihat secara jeli, tindakan (aborsi) tersebut terbentuk oleh unsur-unsur yang buruk, sehingga membangun sebuah actus
humanus yang buruk atau negatif pula. Dikatakan
sebagai actus humanus yang buruk, karena tindakan aborsi dalam kasus di atas
dilakukan secara tahu dan mau serta bebas, namun para pelaku enggan mau
bertanggung jawab atas akibat yang ditimbulkan dari perbuatan mereka tersebut. Di
sini para pelaku dinilai inkonsisten dan tidak bertanggung jawab atas tindakan
mereka sebagai manusia. Seharusnya yang paling berhak dan berkewajiban melindungi
anak (janin) adalah ibunya sendiri yang mengandungnya. Kecuali itu ia harus
dilindungi juga oleh ayahnya, negara, agama dan seluruh masyarakat.[3]
Penulis
akan menguraikan dan menganalisis tindakan para pelaku dalam kasus di atas
berdasarkan unsur-unsur fontes
moralitates actus humanus tersebut.
3.1.1 Obyek (Finis Operis)
Adalah tujuan perbuatan atau nilai
intrinsik obyektif dari perbuatan itu. Obyek dari suatu tindakan atau perbuatan
adalah sasaran atau tujuan terakhir dari hakekat perbuatan itu sendiri.
Menyimak kasus di atas, dapat dilihat obyek (finis operis) tindakan dari
masing-masing pelaku. Di sini penulis hanya memfokuskan penilaian moral atas
tindakan Ratih, Robert dan dukun Sarina, karena hemat penulis ketiganya
terlibat secara langsung dalam kasus tersebut dan yang seharusnya bertanggung
jawab atas akibat dari tindakan itu.[4]
Tindakan Ratih dan Robert secara
eksplisit mempunyai obyek yang sama yaitu menghilangkan aib. Upaya bersama
Ratih dan Robert untuk menghilangkan aib
dalam konteks ini adalah sesuatu yang buruk, karena keduanya menempuh cara atau
jalan pintas negatif/buruk (membunuh) demi sebuah tujuan yang secara subyektif
baik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa finis operis tindakan Ratih dan Robert
pada prinsipnya. adalah buruk. Lain halnya dengan sang dukun, obyek dari
tindakannya adalah membantu dan memenuhi permintaan Ratih dan Robert untuk
menggugurkan kandungan Ratih. Perbuatan membantu orang lain dalam kesulitan
pada dasarnya adalah sesuatu yang luhur dan mulia. Namun bantuan yang diberikan
tidak pada waktu dan tempatnya serta bukan pada orang yang tepat dapat
mengaburkan arti dan nilai positif bantuan tersebut. Obyek tindakan dukun
Sarina adalah sesuatu yang buruk, karena ia memberikan bantuan dengan tahu dan
mau serta dalam kesadaran bahwa tindakannya itu akan mengakibatkan kamatian
bagi janin yang dikandung Ratih. Namun toh ia masih berani untuk membantu. Tindakan
dukun Sarina ini dalam hubungannya dengan Ratih dan Robert adalah sebuah bentuk
kerjasama yang negatif.
Jadi, finis operis atau tujuan dari
tindakan Ratih, Robert dan dukun Sarina dalam kasus di atas pada dasarnya adalah
buruk dan tidak bisa dibenarkan dengan alasan apapun. Keburukan obyek tindakan
ini merupakan salah satu unsur yang membentuk keburukan sebuah actus humanus
yang dilukiskan dalam contoh kasus di atas.
3.1.2 Keadaan (Circumtance)
Istilah
circumstance (berdiri mengelilingi)
melukiskan kedudukan unsur keadaan-keadaan terhadap unsur obyek yang lebih
utama dan pertama. Kini apa yang sudah ditentukan oleh obyek itu, ditentukan
lebih lanjut oleh keadaan yang mengitari obyek itu. Atau dengan kata lain,
circumstance adalah faktor atau pengaruh-pengaruh langsung yang menambah atau
mengurangi sifat moral suatu perbuatan yang sebetulnya sudah ditentukan oleh
obyeknya. Untuk mengetahui dan menemukan keadaan yang mengitari obyek itu, kita
bisa capai dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti; siapa, apa, di mana,
dengan apa, mengapa, bagaimana, kapan/bilamana. Circumstance di sini mempunyai pengaruh untuk menambah kualitas
dosa dari suatu perbuatan dan juga meringankan atau bahkan membatalkan
kesusilaan suatu perbuatan.[5]
Berdasarkan petunjuk dan penjelasan
di atas, maka dapat ditemukan beberapa unsur
yang mengitari atau berdiri mengelilingi tindakan aborsi yang disebut
sebagai circumstance (keadaan). Di antaranya: pertama, para pelaku itu sendiri yaitu Ratih, Robert, Sarina
(dukun), Toni (cucu Sarina) sebagai saksi yang mengungkapkan kasus tersebut
kepada pihak keluarga Ratih.
Kharakter pelaku Ratih, Robert dan Sarina di sini bukan hanya tidak bertanggung
jawab dan inkonsisten, tetapi lebih dari itu dinilai sebagai tipe manusia
pembunuh dan tidak berperikemanusiaan. Mereka tahu dan sadar akan arti dan
akibat dari tindakan itu, tapi tetap nekad melakukannya. Inilah yang
memberatkan dan menambah dosa dari perbuatan mereka sebagai sebuah kejahatan
kemanusiaan. Sedangkan Toni adalah tipe seorang anak kecil yang polos dan lugu
yang tidak memanipulasi kebenaran dan kenyataan yang dilihat dan dialaminya.
Kepolosan serta keterbukaannya ini justru membatalkan finis operis (obyek) dari
tindakan Ratih dan Robert serta menegaskan keburukan obyek tindakan (membantu)
dari dukun Sarina. Kedua, keseringan menumpang Angdes yang
dikendarai Robert menjadi awal dari kasus ini. Dari keseringan ini mereka mulai
berpacaran bahkan lebih dari itu mereka berhubungan seks dan akibatnya Ratih
hamil. Di sini, hukum kedekatan sungguh terjadi dan berlaku pada Ratih dan
Robert dan Ratih sendiri menjadi korban di dalamnya. Kedekatan dan kenikmatan
seksual yang dialami keduanya mendatangkan petaka yang harus mereka bayar mahal; Ratih hamil
dan janin yang dikandungnya digugurkan, ia tidak mendapat pertanggungjawaban
dari Robert karena Robert sudah beristeri dan mampunyai anak, ia tidak dapat
melanjutkan sekolahnya dan ketiganya (Ratih, Robert dan Sarina) harus berurusan
dengan pihak kepolisian dan akhirnya mendekam dalam penjara setelah perbuatan
kriminal mereka terungkap oleh kesaksian Toni cucu Sarina. Ketiga, kesediaan rekan Ratih untuk mencarikan dukun yang bersedia
menggugurkan kandungan Ratih. Rekan Ratih ini secara tidak langsung mengambil
bagian pula dalam masalah ini, dan seharusnya bertanggung jawab pula atas
kematian janin yang digugurkan itu. Karena dari padanya Ratih dapat mengetahui
keberadaan Sarinah, sekalipun itu atas permintaan Ratih sendiri. Di sini ia
bertindak sebagai pengantara atau “jembatan” yang menghubungkan Ratih dan
Robert dengan dukun Sarinah untuk melakukan perbuatan terkutuk tersebut;
aborsi. Keempat, kesediaan dukun
Sarina untuk membantu Ratih dan Robert hingga berhasil. Bantuannya itu tidak
bernilai dan berarti sedikitpun, bahkan merupakan sebuah kejahatan. Ia telah
mengambil bagian dalam sebuah kerjasama
yang negatif dan persekongkolan penjahat, dengan bertindak sebagai salah satu
pelaku dalam tindakan aborsi tersebut. Kelima , Robert sadar bahwa aborsi adalah tindakan
kriminal dan ia selalu merasa terganggu dengan rencana Ratih. Keenam, Robert akhirnya memutuskan untuk
menemui dukun Sarina untuk melakukan aborsi. Pengambilan keputusan dalam
keadaan yang ragu-ragu dan dihantui oleh perasaan cemas akan mengakibatkan
sebuah tindakan yang keliru dan beresiko. Di sini Robert terlalu dini dan
terlanjur mengambil sebuah keputusan dengan mengiakan dan menyetujui pengguguran
kandungan Ratih. Ia terdesak dan dituntut oleh situasi. Tapi itulah
satu-satunya cara dan jalan untuk mencapai finis operis mereka. Ketujuh, Robert sudah beristeri dan
mempunyai anak sehingga tidak mungkin bertanggung jawab atas Ratih. Tindakan
Robert tidak hanya membawa aib bagi Ratih dan dirinya, tapi juga bagi
keluarganya, dengan mengkhianati dan menyakiti isteri dan anak-anaknya. Kedelapan, Ratih akhirnya tidak bisa
melanjutkan sekolahnya. Itulah resiko yang harus Ratih terima dan ia tidak bisa
melarikan diri dari kenyataan ini. Dengan ini masa depannya sepertinya semakin
jauh dari hadapannya. Pertobatan ialah langkah awal yang paling pas sebelum
membuka lembaran baru dalam hidupnya.
3.1.3 Maksud Atau Tujuan (Finis Operantis)
Adalah motif, intensi subyektif
pelakunya. Finis operantis biasanya dilukiskan sebagai alasan mengapa, untuk
apa subyek melakukan sesuatu. Finis operantis dapat identik dengan finis
operis, namun tidak otomatis dan mutlak, karena finis operantis dapat mengubah
atau membelok finis operis atau bahkan dapat bertentangan dengannya. Fungsinya
adalah menunjuk motif pendorong dan sasaran subyektif (pelakunya) dalam
melakukan perbuatan tertentu. Namun
finis operantis tidak identik dengan motif obyektif yang juga mempunyai
maksudnya sendiri.
Finis operantis atau motif yang
mendorong Ratih dan Robert dalam melakukan aborsi adalah agar hubungan keduanya
yang mengakibatkan kehamilan pada Ratih tidak diketahui oleh siapapun. Dengan demikian nama baik keduanya di mata
keluarga dan masyarakat tetap utuh dan terjaga. Juga sebagai upaya untuk
menyelamatkan masa depan Ratih sendiri. Dalam kasus ini finis operis diupayakan
untuk mewujudkan finis operantis. Dengan menghilangkan aib nama baik mereka
tetap utuh dan terjaga sehingga Ratih tetap boleh menjalani pendidikan di
sekolahnya untuk mengejar cita-cita dan masa depannya. Tampak jelas bahwa finis
operis dan finis operantis di sini sejalan, tidak bertentangan. Namun,
kesejalanan itu akhirnya gagal dan dibatalkan oleh keberanian Toni yang mengungkapkan kejahatan tindakan yang
dilakukan oleh Ratih, Robert dan dukun Sarina. Finis operantis dalam kasus ini
adalah sesuatu yang buruk secara moral. Hal ini dinyatakan dan ditentang secara
tegas oleh kaum pendukung pro life
yang mengatakan bahwa kehidupan (awal mulainya pembentukkan pribadi manusia)
mulai pada saat terjadinya konsepsi dan bahwa pemutusan kehidupan manusia yang
tak berdosa secara langsung selalu salah.[6]
3.2 Prinsip-Prinsip Bioetika Moral
3.2.1 Prinsip Penghormatan Terhadap Hidup Manusia Sebagai Pribadi Unik dan Tak
Dapat Diganggu Gugat.
Penghormatan terhadap hidup manusia
merupakan salah satu prinsip pokok dari setiap idiologi dan budaya. Tanpa
sikap dasar tersebut, tidak mungkin
dipikirkan atau dibayangkan tentang hidup bersama dan keharmonisan di antara
bangsa manusia. Penghargaan terhadap hidup manusia merupakan warisan bagi hidup
bersama dan kelangsungan hidup umat manusia. Penghormatan terhadap hidup
manusia merupakan unsur universal dari kesadaran etis setiap orang. Meski
demikian, selalu ada usaha-usaha yang merugikan manusia itu sendiri, berupa
kegiatan-kegiatan seperti: pembunuhan, hukuman mati, perang, penyiksaan,
penyanderaan dll.[7]
Bila menyimak kasus yang diangkat
dalam karya tulis ini, sangat jelas bahwa tindakan Ratih, Robert dan dukun
Sarina bertentangan dengan prinsip penghormatan terhadap penghormatan terhadap
hidup manusia sebagai pribadi unik. Dengan menyangkal prinsip universal ini,
ketiga pelaku ini bisa dinilai dan dianggap sebagai ancaman yang meresakan
keharmonisan kehidupan bersama dalam masyarakat. Ketiganya telah kehilangan
kesadaran etis yang menjadi unsur hakiki dalam diri mereka untuk melihat
sesamanya sebagai pribadi unik yang harus dihormati termasuk janin yang
dikandung Ratih.
Perbuatan abortif ini mendapat perlawanan keras dan kutukan dari Thomas
Aquinas (1225 -1274). Ia menekankan penghormatan terhadap hak hidup setiap manusia dan menghukum segala
bentuk percobaan yang melawan dan merugikan manusia, pribadi dan hidup orang
lain. Di sini terjadi konflik, ketika kenyataan-kenyataan yang terjadi bertolak
belakang atau bersilangan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Aborsi adalah perbuatan
tidak berperikemanusiaan, karena dengannya martabat manusia sebagai nilai
konstitutif yang menentukan keberadaan manusia sebagai manusia disangkal dan
diberangus.[8] Dengan aborsi martabat dan nila-nilai
kemanusiaan mengalami kemerosotan bahkan di ambang degradasi.
3.2.2 Prinsip-Prinsip Bioetika Modern
3.2.2.1 Utilitaris[9]
Para
penganut aliran ini berpandangan bahwa hidup manusia tidak mempunyai arti atau
nilai dalam dirinya sendiri, tetapi selalu ditentukan oleh keseimbangan antara
keuntungan dan kerugian dalam suatu masyarakat. Atau dengan rumusan lain,
seseorang mempunyai arti sesuai dengan apa yang dapat diberikannya kepada
masyarakat. Kaum utilitaris
menekankan “kebaikan yang lebih besar” dan relativitas segala peraturan dan
larangan-larangan. Dalam arti peraturan dan larangan-larangan itu boleh
dilanggar kalau menghalangi pencapaian kebaikan yang lebih besar bagi jumlah
yang lebih besar pula.
Bertolak
dari prinsip dan penekanan aliran ini, maka tindakan pengguguran dalam kasus di
atas tidak terlalu memberatkan, karena janin yang digugurkan itu belum memiliki
nilai dan arti sebagai manusia. Apalagi ia belum memberikan sumbangan apapun
terhadap mesyarakat. Sehingga tindakan aborsi di sini bukanlah tindakan
pembunuhan dan kejahatan terhadap kemanusiaan, karena janin belum digolongkan
sebagai menusia yang harus dihormati hak hidupnya. Akan tetapi, prinsip aliran
ini akan ditantang dan dinegasi oleh prinsip neokontralitalis yang menekankan
otonomi setiap manusia.
3.2.2.2 Neokontralitalis
Dua tokoh utama neokontralitalis
Thomb L. Beauchamp dan James F. Childress mengungkapkan 4 (empat) prinsip utama
yang dapat mengorientasikan secara moral keputusan-keputusan dan tindakan para
peneliti medis dan paraPertama,
penghormatan terhadap otonomi. Kedua, Nomalefisiensi atau keputusan dan tindakan yang
mengakibatkan penderitaan dan rasa sakit dan kerugian. Ketiga, Benefisiensi yaitu keputusan dan tindakan yang mendatangkan
kebaikan dan keuntungan. Keempat,
Prinsip otonomi.
medis dalam menghadapi masalah-masalah hidup dan
kesehatan, antara lain:
Bedasarkan
keempat prinsip di atas, kasus yang diangkat di sini lebih mengena dengan
prinsip nomalefisiensi yaitu keputusan dan tindakan yang mengakibatkan
penderitaan, rasa sakit, kerugian dan bahkan kematian orang lain (janin). Itu
tidak berarti bahwa kasus itu tidak berhubungan sama sekali dengan ketiga
prinsip lainnya. Untuk itu penulis akan menguraikan secara terperinci keempat
kasus tersebut dalam hubungannya dengan kasus aborsi dalam tulisan ini.
Pertama, ulah Ratih, Robert dan Sarina
adalah tindakan yang tidak menghormati otonomi janin itu sendiri dan sekaligus
pemangkasan terhadap haknya untuk hidup sebagai hak dasar atau asasi setiap
manusia. Keputusan dan tindakan Toni untuk mengungkapkan kasus tersebut,
disadarinya atau tidak merupakan sebuah bentuk tidak langsung penghormatan
terhadap otonomi manusia lain (janin). Sekalipun sikapnya itu lebih didorong untuk
menghilangkan rasa takut dan cemas yang terus mengusiknya. Kedua, Sebagaimana sudah dijelaskan di atas bahwa keputusan dan
tindakan para pelaku dalam kasus tadi menyebabkan penderitaan dan kematian pada
janin itu sendiri. Ketiga, Pada
bagian ini, penulis lebih menyoroti keputusan dan tindakan Toni. Keputusan dan tindakan mengungkapkan kasus
itu memang secara langsung tidak menolong atau mendatangkan kebaikan pada
korban sendiri (janin), akan tetapi di satu pihak ia dinilai telah melakukan
sesuatu yang baik dan positif. Dengannya kejahatan para pelaku terungkap dan
tidak dibiarkan hidup dalam masyarakat. Hukuman yang mereka jalani merupakan
sebuah proses menuju penyesalan dan pertobatan. Keempat, Tindakan para pelaku dalam kasus tidak berdasarkan prinsip
otonomi. Para pelaku umumnya bertindak karena pengaruh eksternal atau tekanan
dari luar yang selalu mengusik mereka. Sehingga mereka bukanlah pribadi
otonom dalam konteks ini.
IV. PENUTUP
Hidup
selayaknya dilihat dan dihargai sebagai anugerah Tuhan yang sangat berharga.
Dengan memiliki sikap itu kita akan terpanggil untuk memelihara dan melindungi
kehidupan sejauh mungkin. Pemeliharaan juga merupakan salah satu bentuk rasa
syukur atas anugerah Allah kepada kita. Kecuali itu, kita juga yakin bahwa
kehidupan manusia mempunyai martabat yang lebih tinggi dari makhluk ciptaan
lainnya. Maka manusia dalam keadaan dan bentuk apapun harus dilindungi serta
dihargai hak hidupnya.
Aborsi adalah sikap perusakan
terhadap kehidupan dan martabat manusia dan telah menjadi problema modern yang
paling gawat. Pembunuhan terhadap manusia sebagai citra Allah berarti manusia
bercampur tangan dalam hak-hak Allah.[10] Aborsi
atau pengguguran dalam bentuk dan alasan apapun tidak dapat dibenarkan dari
segi moral hidup sehingga harus ditolak.
Kita dituntut untuk menghargai dan menghormati hidup manusia sejak dalam
kandungan hidupnya. Seluruh masyarakat harus disadarkan untuk melindungi janin
dalam kandungan. Kalau bukan masyarakat dan kita, siapa lagi yang akan mampu
melindungi mereka yang tidak bersalah dan tidak mampu membela diri itu? Mari
kita bangun semangat dan komitmen bersama sebagai kelompok anti pembunuhan
terhadap manusia dalam bentuk apapun termasuk aborsi.
mantap frater, bs jadi bahan referensi buat saya ini.
BalasHapus